Laman

Senin, 06 Desember 2010

Mengenang Perjuangan Melawan Tentara Belanda di Tugu Pahlawan

Sesuai namanya, Tugu Pahlawan terletak di kota Pahlawan, Surabaya. Tak sulit untuk menemukannya, selain terletak di pusat kota, tersesatpun kita dapat bertanya kepada semua orang yang kita jumpai di jalan. Ya, begitu melegendanya monumen ini hingga warga kota tahu persis arah mana yang dituju untuk mencapainya. Dari arah jalan Embong Malang (satu arah) kita berjumpa dengan bangjo lalu belok kanan, berjumpa dengan bangjo lagi ambil jalur yang tengah melalui pasar modern BG Junction. Tak jauh terlihat sebuah bangunan menjulang gagah dari balik bangunan-bangunan kota dan rimbunan pepohonan. Itulah puncak Tugu Pahlawan. Melihat itu dari jalanan ini, tak terasa secara otomatis laju kendaraan kita semakin kencang, rasanya seperti terhipnotis untuk menarik gas kendaraan dan ingin segera sampai dan melihat langsung secara dekat jejak sejarah masa lalu yang karismatik.
Pilar Yunani di Gerbang Awal.
Memasuki lokasi parkir, telah terasa nuansa jejak kepahlawanan arek-arek Suroboyo. Terlihat dari relief-relief yang menghiasi dinding. Relief ini menggambarkan suasana kota Surabaya pada 10 November 1945 lalu. Memasuki pintu gerbang utama, kita disambut oleh sepasang Dwi Tunggal negeri ini, Soekarno-Hatta. Lengkap dengan naskah proklamasi yang terukir di bawahnya. Dibelakangnya, dihiasi pilar-pilar besar mirip pilar istana yang ada di Yunani, sungguh menawan. Dari balik pilar terlihat lapangan hijau yang luas dengan objek utama berada di seberangnya. Ya, objek utama itu adalah Tugu Pahlawan. Mau langsung kesana? Tunggu dulu. Berbelok ke kanan atau ke kiri terlihat hamparan adenium yang dibentuk terasering secara apik. Melintas di tengah-tengahnya seperti berada di kebun bunga mirip Lembah Kashmir di India. Sampai di puncaknya kita bisa melihat suasana sekitar, tak hanya lingkup area Tugu Pahlawan, bahkan sebagian area kota Surabaya dapat kita lihat dari atas sini.

Teratai Merah Sang Padmanaba.
Menuruni taman adenium, dapat langsung menuju icon utama, Tugu Pahlawan. Melewati hamparan rerumputan hijau yang segar, selangkah demi selangkah, sampailah kita. Disampingnya terdapat Makam Pahlawan Tak Dikenal. Entah apakah memang di bawah sini terdapat makam atau berupa simbolis bahwa di bumi Surabaya adalah tempatnya para pahlawan yang tidak dikenal. Apapun itu, menjumpai bangunan yang diatasnya berdiri beberapa patung rakyat Indonesia, kita dapat sejenak mengheningkan cipta. Selesai mengheningkan cipta, tengoklah sekeliling. Nampak kolam besar dipenuhi teratai merah. Sangat menawan. Disamping menawan, keberadaan teratai ini memiliki filosofi tersendiri. Teratai dalam bahasa Sanskerta disebut PADMA. Dalam riwayat kepercayaan bangsa timur merupakan salah satu lambang sakral untuk banyak hal menyangkut kehidupan manusia. Teratai dalam Budha disebutkan, ketika Sang Budha dilahirkan mekar tujuh bunga teratai untuk menyambutnya dan bayi suci tersebut berjalan tujuh langkah di setiap teratai. Dikatakan bahwa pikiran Budha bersih bagaikan bunga teratai. Dalam Hindu, Padma dimitoskan tumbuh dari pusar Dewa Wisnu ketika terbangun dari semedinya dan dari Padma tersebut kelak akan lahir Dewa Brahma. Dalam Babad Pewayangan, Dewa Wisnu dan Batara Kresna disebut sebagai titisan Padmanaba. Selain itu, ada makna teratai secara global.  Teratai tumbuh di lingkungan air yang kotor dan berlumpur. Berakar serabut dan saling mengait. Namun daunnya tumbuh berkembang datar di permukaan air yang kotor dan tidak basah. Apabila air pasang teratai ikut naik. Apabila air surut teratai ikut turun. Bunganya mekar dalam kecantikan dan kemurnian untuk menyambut sinar matahari yang pertama. Kuncup teratai yang mengarah ke atas melambangkan kekuatan yang membumbung ke atas.

Cerita 10 November 1945
Betah berlama-lama menikmati kolam teratai, mari kita simak cerita 10 November 1945. Pertempuran di Surabaya melawan Belanda pada 10 November 1945 merupakan pertempuran pertama bagi Indonesia pasca kemerdekaan. Hal ini bermula ketika Indonesia sedang menata pemerintahannya, sekelompok orang Belanda mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru, red.) di Hotel Yamato, sekarang bernama Hotel Majapahit di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya tanpa persetujuan pemerintah RI. Pemuda Surabaya menjadi marah karena merasa Belanda akan berkuasa kembali ke Indonesia dan melecehkan gerakan pengibaran bendera merah-putih yang sedang berlangsung. Soedirman bersama rekannya meminta Belanda untuk menurunkan bendera tersebut, namun situasi menjadi panas. Hariyono bersama Koeno Wibowo kemudian memanjat ke atas menara dan merobek bagian warna birunya. Dari sini muncullah serangan-serangan lain yang semakin memakan korban hingga terjadi peristiwa terbunuhnya A.W.S. Mallaby di daerah Jembatan Merah. Tak jelas siapa yang membunuhnya namun kuat dugaan dari pihak tentara Inggris terjadi missed communication sehingga terbunuhlah Mallaby. Akhirnya pada 10 November 1945 pihak Inggris meminta pihak Indonesia untuk mengeluarkan ultimatum dan melucuti semua persenjataan. Ultimatum tersebut dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang kita dengan alasan bahwa negera Indonesia telah berdiri dan tidak ingin dijajah lagi. Pada hari itu juga (10 November, red.) tentara Inggris melancarkan serangan berskala besar yang diawali dengan pemboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya dan kemudian mengerahkan 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, dan kapal perang. Melihat ini, perlawanan pejuang menjadi makin berkobar. Tak disangka, penduduk sipil tertantang rasa nasionalismenya dan turut membantu pejuang. Perlawanan ini terjadi sampai tiga minggu hingga akhirnya kota Surabaya jatuh di tangan pihak Inggris. Dari peristiwa ini, setidaknya 16.000 pejuang Indonesia tewas dan 200.000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Sedangkan dari pihak tentara Inggris memakan korban 2.000 jiwa. Pertempuran berdarah inimenggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan memertahankan kemerdekaan. Oleh pemerintah Indonesia, tanggal 10 November dijadikan sebagai Hari Pahlawan, hingga sekarang.

Tak Boleh Terlewat . . . .
Ok, sekian dulu ceritanya. Mari kita lihat kisah lengkap 10 November 1945 di museumnya. Melihat bangunan kerucut di balik kolam teratai? Disitulah kita bisa mendengar diorama-diorama dalam museum sambil berkeliling melihat peninggalan masa lalu. Bermula dari menuruni tangga berputar dihiasi lukisan timbul di sepanjang dinding hingga menemui sekumpulan rakyat Indonesia sedang bertempur. Ada pula miniatur kompleks Tugu Pahlawan secara lengkap di depan pintu masuk museum. Cindera matapun dapat melengkapi kunjungan kita. Pihak pengelola menjajakannya di antara tangga dan pintu masuk. Untuk urusan toilet, telah disediakan di seberang museum. Lengkap dengan musholanya. Antri dengan mushola yang kecil? Tenang, kita dapat pergi ke masjid yang terdapat didalam kompleks Bank Indonesia. Masjid yang terletak di lantai dua ini dapat melihat kompleks Tugu Pahlawan dari atas langsung, tidak lagi hanya miniatur yang ada dalam museum tadi. Lelah berkeliling dan telah istirahat sejenak di masjid, rasa lapar dapat dihilangkan dengan berkunjung ke minimarket milik koperasi Bank Indonesia yang terletak persis di depan pintu keluar masjid. Perut kenyang, oleh-oleh sudah didapat. Kunjungan telah selesai. Ketika akan kembali ke area parkir, cobalah lewat tepi. Bukan lewat tengah membelah lapangan hijau seperti awal masuk tadi. Sensasi lewat tepi terasa begitu sejuk karena dipayungi pohon-pohon yang meneduhkan ditemani patung-patung tokoh bersejarah membuat kesan manis diakhir. Selesai? Belum . . . Kunjungilah Tugu Pahlawan pada minggu pagi. Di sepanjang trotoar luar pada saat itu banyak orang berjualan mulai dari pakaian hingga makanan minuman dengan harga miring. TP Pagi warga setempat biasa menyebut.

Gerbang Awal

Pilar Yunani

Kaki Tugu Pahlawan

Makam Pahlawan Tak Dikenal

Kolam Teratai Merah


0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih
Semoga bermanfaat dan menginspirasi


--dofollow dan termoderasi--